Friday, April 30, 2010

Tak Kenal, Maka Tak Sayang…

Tenangkan hati, baca tulisan ini perlahan…semoga bermanfaat untuk teman – teman sekalian. Insya Allah…

Teman – teman tahu gak sih, apa itu Wahhabi…???

Orang-orang biasa menuduh “wahabi ” kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid’ah masyarakat pada umumnya, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdo’a (memohon) hanya kepada Allah semata.

Suatu hari…

di depan seorang syaikh, penulis (Muhammad ibn Jamil Zainu) membacakan hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab Al-Arba’in An-Nawa-wiyah. Hadits itu berbunyi.

Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepa-da Allah.” [HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih]

Penulis sungguh kagum terhadap keterangan Imam An-Nawawi ketika beliau mengatakan, “Meminta hidayah (petunjuk), ilmu, kesembuhan dari sakit dan kesehatan maka hal-hal itu (mesti) memintanya hanya kepada Allah semata. Dan jika hal-hal di atas dimintanya kepada makhluk maka itu amat tercela.”

Lalu kepada syaikh tersebut penulis katakan, “Hadits ini berikut keterangannya menegaskan tidak dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah.”

Ia lalu menyergah, “Malah sebaliknya, hal itu dibolehkan!”

Penulis lalu bertanya, “Apa dalil anda?”

Syaikh itu ternyata marah sambil berkata dengan suara tinggi, “Sesungguhnya bibiku berkata, wahai Syaikh Sa’d!”(syaikh Sa’d adalah orang shalih yang sudah mati)

dan Syaikh itu bertanya padanya, “Wahai bibi, apakah Syaikh Sa’d dapat memberi manfaat kepadamu?”

Si bibi menjawab, “Aku berdo’a (meminta) kepadanya, sehingga ia menyampaikannya kepada Allah, lalu Allah menyembuhkanku.”

Lalu penulis berkata, “Sesungguhnya engkau adalah seorang yang ‘alim. Engkau banyak habiskan umurmu untuk membaca kitab-kitab. Tetapi sungguh mengherankan, engkau justru mengambil akidah dari bibimu yang bodoh itu.”

Ia lalu berkata, “Pola pikirmu adalah pola pikir wahabi. Engkau pergi berumrah lalu datang dengan membawa kitab-kitab wahabi.”

Padahal penulis tidak mengenal sedikitpun tentang wahabi kecuali sekedar penulis dengar dari para syaikh. Mereka berkata tentang wahabi, “Orang-orang wahabi adalah mereka yang melanggar tradisi orang kebanyakan. Mereka tidak percaya kepada para wali dan karamah-karamahnya, tidak mencintai Rasul dan berbagai tuduhan dusta lainnya.”

Jika orang-orang wahabi adalah mereka yang percaya hanya kepada pertolongan Allah semata, dan percaya yang menyembuhkan hanyalah Allah, maka aku wajib mengenal wahabi lebih jauh.”

Kemudian penulis tanyakan jama’ah Syaikh tersebut, sehingga penulis mendapat informasi bahwa pada setiap Kamis sore mereka menyelenggarakan pertemuan untuk mengkaji pelajaran tafsir, hadits dan fiqih.

Bersama anak-anak penulis dan sebagian pemuda intelektual, penulis mendatangi majelis mereka. Kami masuk ke sebuah ruangan yang besar. Sejenak kami menanti, sampai tiada berapa lama seorang syaikh yang sudah berusia masuk ruangan. Beliau memberi salam kepada kami dan menjabat tangan semua hadirin dimulai dari sebelah kanan, beliau lalu duduk di kursi dan tak seorang pun berdiri untuknya.

Penulis berkata dalam hati, “Ini adalah seorang syaikh yang tawadhu’ (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati).”

Lalu syaikh membuka pelajaran dengan ucapan,

“Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan.”, dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah Shalallaahu alaihi wa sallam biasa membuka khutbah dan pelajarannya.”

Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadits-hadits seraya menjelaskan derajat shahihnya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya. Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al-Qur’anul Karim dan sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya.

Di akhir pelajaran, beliau berkata, “Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan salaf.(orang – orang yang mengikuti jalan Rasulullah, sahabat dan tabi’ien). Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahabi. Ini termasuk tanaabuzun bil alqaab (memanggil dengan panggilan-panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan firmanNya,

“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” [QS. Al-Hujurat: 11]

Dahulu, orang – orang menuduh Imam Syafi’i dengan rafidhah.

Namun Imam asy Syafi’ie membantah mereka dengan mengatakan, “Jika rafidhah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah rafidhah.”

Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahhabi, dengan ucapan salah seorang penyair, “Jika pengikut Ahmad adalah wahhabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahhabi.


Ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata, “Inilah syaikh yang sesungguhnya!”

PENGERTIAN WAHABI
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada nama beliau yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahhabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang paling baik (Asmaa’ul Husnaa).

Jika shufi menisbatkan namanya kepada jama’ah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya wahhabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah yang memberikan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid.

SIAPAKAH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB…???

cintai beliau

cintai beliau

Beliau dilahirkan di kota ‘Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur’an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Perasaan beliau tersentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed dengan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid’ah. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.

Ia mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, “Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini.”

Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah semata.

Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, serta berdo’a (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur’an dan sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Al-Qur’an menegaskan:

Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.” [QS. Yunus : 106]

Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:

“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.” [HR. At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo'a (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.

[1]. Penentangan Orang-Orang Batil Terhadapnya
Para ahli bid’ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah berfirman:

“Artinya : Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” [QS. Shaad : 5]

Musuh-musuh syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhannahu wa Ta’ala menjaganya dan memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.

Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima, padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahhabi tidak mencintai Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.

Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab -rahimahullah- telah menulis kitab “Mukhtashar Siiratur Rasuul Shalallaahu alaihi wasalam “. Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat.

Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Qur’an, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya.

Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran wahhabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab.

[2]. Dalam Sebuah Hadits Disebutkan:

” Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, ‘Dan di negeri Nejed.’ Rasulullah berkata, ‘Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan.” [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Ibnu Hajar Al-’Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali Radhiyallahu anhuma dibunuh.

Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan seba-liknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul.

[3]. Sebagian Ulama Yang Adil Sesungguhnya Menyebutkan
Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah seorang mujaddid (pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menulis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang “Silsilah Tokoh-tokoh Sejarah”, di antara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin ‘Irfan.

Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke India dan negeri-negeri lainnya melalui jama’ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka.

Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid’ah, sehingga memalingkan umat Islam dari akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdo’a hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma’ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya masuk Surga.

Semoga bermanfaat…


Dikutip oleh Didit Fitriawan dari Buku “Minhajul Firqah An-Najiyah Wat Thaifah Al-Manshurah”, terjemahan bhs. Indonesia “Jalan Golongan Yang Selamat” yang ditulis oleh Asy Syaikh Muhammad ibn Jamil Zainu, Pustaka Darul Haq.

Antara Wahhabi dan Teroris

Oleh Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi

Terorisme seringkali ditudingkan kepada umat Islam, terutama golongan Wahabi/Salafi. Sebagian orang mengira bahwa tudingan itu hanya sekedar propaganda barat untuk menjatuhkan harga diri kaum muslimin di mata dunia internasional. Sehingga mereka senantiasa menuduh barat (baca: Amerika) sebagai dalang di balik munculnya fenomena radikal semacam itu. Sebagian lagi sebaliknya, mengira bahwa terorisme -dengan melakukan pengeboman di tempat-tempat umum- merupakan bagian dari jihad fi sabilillah dan tergolong amal salih yang paling utama. Sehingga mereka beranggapan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah sosok mujahid dan mati syahid.


Terlepas dari apa yang mereka sangka, sebenarnya kita bisa melihat dengan kaca mata yang adil dan objektif bahwa di samping adanya makar musuh-musuh Islam dari luar, sebenarnya kita juga menghadapi musuh-musuh dalam selimut yang berupaya meruntuhkan kekuatan umat dari dalam. Salah satu di antara mereka adalah sekte Khawarij di masa silam dan para penganut pemikiran sekte tersebut di masa kini yang gemar melakukan aksi teror dengan mengatasnamakan jihad. Mereka menampakkan diri sebagai kaum muslimin yang punya komitmen terhadap agama, berpenampilan seperti layaknya orang-orang salih dan taat, dan bersikap seakan-akan membela ajaran Islam, namun sebenarnya mereka sedang melakukan upaya penghancuran Islam dari dalam, sadar ataupun tidak!


Sejarah Hitam Sekte Khawarij


Tidakkah kita ingat sejarah hitam kaum Khawarij yang diabadikan di dalam kitab-kitab hadits? Sebuah sekte yang diperselisihkan status keislamannya oleh para ulama (yang kuat mereka tidak dikafirkan, lihat al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj [4/390 dan 393]). Mereka adalah sekelompok orang yang memiliki ciri khas pandai membaca al-Qur’an dan menghafalkannya, suka mengusung slogan keadilan dan pembelaan rakyat yang tertindas guna menghalalkan pemberontakan kepada penguasa muslim. Berawal dari kedangkalan berpikir mereka, akhirnya hal itu menyeret mereka ke jurang kebid’ahan yang mengerikan. Mereka bunuhi umat Islam sementara para pegiat kemusyrikan justru mereka biarkan.


Nah, berikut ini kami nukilkan sebagian hadits yang mengisahkan tentang kekejian manhaj kaum Khawarij dan sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat dalam menghadapi mereka. Agar jelas bagi siapa saja bahwa sikap ulama Ahlus Sunnah as-Salafiyun -pengikut salafus shalih- dalam memerangi Khawarij dan pemikiran mereka bukanlah karena motif menjilat penguasa atau mencari muka di hadapan mereka, namun hal itu mereka lakukan semata-mata demi ‘melanjutkan kehidupan Islam’ sebagaimana yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tentu saja dengan cara meneladani metode perjuangan generasi terbaik dari umat ini.


Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma menceritakan,


أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالْجِعْرَانَةِ مُنْصَرَفَهُ مِنْ حُنَيْنٍ وَفِى ثَوْبِ بِلاَلٍ فِضَّةٌ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْبِضُ مِنْهَا يُعْطِى النَّاسَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اعْدِلْ. قَالَ « وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ لَقَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ ». فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضى الله عنه دَعْنِى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَقْتُلَ هَذَا الْمُنَافِقَ. فَقَالَ « مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ يَتَحَدَّثَ النَّاسُ أَنِّى أَقْتُلُ أَصْحَابِى إِنَّ هَذَا وَأَصْحَابَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْهُ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ».


“Ada seorang lelaki yang datangmenemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Ji’ranah -nama tempat- sepulangnya beliau dari -peperangan- Hunain, ketika itu di atas kain Bilal terdapat perak yang diambil sedikit demi sedikit oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dibagikan kepada orang-orang. Kemudian lelaki itu mengatakan, ‘Hai Muhammad, berbuat adillah!’. Maka Nabi menjawab, ‘Celaka kamu! Lalu siapa lagi yang mampu berbuat adil jika aku tidak berbuat adil. Sungguh kamu pasti telah celaka dan merugi jika aku tidak berbuat adil.’ Maka Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu berkata, ‘Biarkanlah saya wahai Rasulullah untuk menghabisi orang munafiq ini.’ Maka beliau bersabda, ‘Aku berlindung kepada Allah, jangan sampai orang-orang nanti mengatakan bahwa aku telah membunuh para sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan para pengikutnya adalah suka membaca al-Qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggorokan mereka. Mereka keluar darinya sebagaimana keluarnya anak panah yang menembus sasaran bidiknya.’.” (HR. Muslim)


an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ungkapan ‘mereka suka membaca al-Qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggrorokan mereka’ memiliki dua penafsiran. Pertama, dimaknakan bahwa hati mereka tidak memahami isinya dan tidak bisa memetik manfaat darinya selain membaca saja. Kedua, dimaknakan amal dan bacaan mereka tidak bisa diterima oleh Allah (lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/389] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam)


Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,


إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ يَمْرُقُونَ مِنَ

الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ


“Sesungguhnya di belakang orang ini akan muncul suatu kaum yang rajin membaca al-Qur’an namun tidak melampaui pangkal tenggorokan mereka. Mereka membunuhi umat Islam dan justru meninggalkan para pemuja berhala. Mereka keluar dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari sasaran bidiknya. Apabila aku menemui mereka, niscaya aku akan membunuh mereka dengan cara sebagaimana terbunuhnya kaum ‘Aad.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)


an-Nawawi rahimahullah menerangkan, “Di dalam hadits ini terkandung dorongan untuk memerangi mereka -yaitu Khawarij- serta menunjukkan keutamaan Ali radhiyallahu’anhu yang telah memerangi mereka.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/391] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam)


Mereka bukanlah orang yang malas beribadah, bahkan mereka adalah sosok yang menakjubkan dalam ketekunan dan kesungguhan beribadah. Namun di sisi yang lain, mereka telah menyimpang dari manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat sehingga membuat mereka layak menerima ancaman dan hukuman yang sangat-sangat berat, yaitu hukum bunuh!


Dalam teks riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ciri mereka,


فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ


“Sesungguhnya orang ini -Dzul Khuwaishirah, gembong Khawarij,pent- akan memiliki pengikut-pengikut yang membuat salah seorang di antara kalian meremehkan sholatnya apabila dibandingkan dengan sholat mereka, dan meremehkan puasanya apabila dibandingkan dengan puasa mereka…” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


سَيَخْرُجُ فِى آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِى قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Akan muncul di akhir masa ini nanti sekelompok orang yang umurnya masih muda-muda dan lemah akalnya. Apa yang mereka ucapkan adalah perkataan manusia yang terbaik. Mereka suka membaca al-Qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak sampai melewati pangkal tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama seperti halnya anak panah yang melesat dari sasaran bidiknya. Apabila kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka. Karena sesungguhnya dengan terbunuhnya mereka maka orang yang membunuhnya itu akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat kelak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)


An-Nawawi rahimahullah menerangkan, “Hadits ini menegaskan wajibnya memerangi Khawarij dan pemberontak negara, dan hal itu merupakan perkara yang telah disepakati oleh segenap ulama.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/397] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam)


Ubaidullah bin Abi Rafi’ radhiyallahu’anhu -salah seorang bekas budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- menceritakan bahwa ketika terjadi pemberontakan kaum Haruriyah (Khawarij) sedangkan saat itu dia bersama pihak Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, mereka -kaum Khawarij- mengatakan, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah.” Maka Ali bin Abi Thalib pun menanggapi ucapan mereka dengan mengatakan, “Itu adalah ucapan yang benar namun dipakai dengan maksud yang batil…” (HR. Bukhari dan Muslim, ini lafaz Muslim)


Dalam riwayat lainnya, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menyatakan tentang betapa buruknya mereka,


هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ


“Mereka itu adalah sejelek-jelek makhluk.” (HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu)


Mewaspadai al-Qa’adiyah Gaya Baru


al-Qa’adiyah merupakan salah saktu sekte Khawarij yang memiliki ideologi Khawarij, hanya saja mereka tidak memilih sikap memberontak. Meskipun demikian, mereka menganggap pemberontakan sebagai perkara yang baik, tidak boleh diingkari, bahkan berpahala! Dengan kata lain -dalam bahasa sekarang- mereka menilai bahwa pemberontakan yang dilakukan oleh rekan-rekan mereka -dengan menimbulkan kekacauan dan mengancam penguasa; bom bunuh diri dan semisalnya- bukan perkara yang salah, alias hasil ijtihad yang harus dihargai dan layak untuk diberi pahala [?!].


Sampai-sampai salah seorang tokoh mereka di negeri ini berkata, “Menurut saya mereka -teroris- adalah mujahid. Dan apa yang mereka lakukan itu merupakan hasil ijtihad mereka. Walaupun saya tidak sependapat dengan -hasil ijtihad- mereka.” Maha Suci Allah dari ucapan mereka!


Ketika menjelaskan biografi ringkas Imran bin Hitthan -salah seorang perawi hadits yang terseret paham Khawarij- Ibnu Hajar berkata, “al-Qa’adiyah adalah salah satu sekte dari kelompok Khawarij. Mereka berpendapat sebagaimana pendapat Khawarij, namun mereka tidak ikut melakukan pemberontakan. Akan tetapi mereka menghias-hiasi/menilai baik perbuatan itu.” (Hadyu as-Sari, hal. 577). Sebelumnya, Ibnu Hajar juga menukil ucapan Abul Abbas al-Mubarrid, “Imran bin Hitthan adalah gembong kelompok al-Qa’adiyah dari aliran Shafariyah. Dia adalah khathib/orator dan penya’ir di kalangan mereka.” (Hadyu as-Sari, hal. 577).


Imran bin Hitthan inilah yang meratapi kematian Abdurrahman bin Muljam -sang pembunuh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu- dengan untaian bait-bait sya’irnya yang heroik. Dikisahkan bahwa pada akhir hidupnya dia kembali ke jalan yang benar dan meninggalkan paham Khawarij, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Zakariya al-Mushili di dalam Tarikh al-Mushil (lihat Hadyu as-Sari, hal. 577,578, lihat juga Tahdzib at-Tahdzib [8/128] as-Syamilah)


Ibnu Hajar mengatakan,


والقَعَدية الذين يُزَيِّنون الخروجَ على الأئمة ولا يباشِرون ذلك


“al-Qa’adiyah adalah orang-orang yang menghias-hiasi perbuatan pemberontakan kepada para pemimpin -umat Islam- dan mereka tidak ikut terjun langsung dalam tindakan tersebut.” (Hadyu as-Sari, hal. 614 cet Dar al-Hadits)


as-Syahrastani mengatakan,


كل من خرج على الإمام الحق الذي اتفقت الجماعة عليه يُسمى خارجياً سواء كان الخروج في أيام الصحابة على الأئمة الراشدين أو كان بعدهم على التابعين بإحسان والأئمة في كل زمان


“Setiap orang yang memberontak kepada pemimpin yang sah yang disepakati oleh rakyat sebagai pemimpin mereka maka dia disebut sebagai Khariji (kata tunggal dari Khawarij). Sama saja apakah dia melakukan pemberontakan itu di masa sahabat masih hidup kepada para pemimpin yang lurus atau setelah masa mereka yaitu kepada para tabi’in yang senantiasa mengikuti pendahulu mereka dengan baik serta para pemimpin umat di sepanjang masa.” (al-Milal wa an-Nihal [1/28] as-Syamilah)


Salah satu pemikiran Khawarij yang berkembang saat ini -terutama di kalangan sebagian pemuda Islam yang bersemangat tapi tanpa ilmu- adalah pendapat yang membolehkan -tidak harus- untuk memberontak kepada pemimpin muslim yang zalim (lihat mukadimah kitab al-Khawarij wal Fikru al-Mutajjaddid karya Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir al-Ubaikan, hal. 6). Sebagaimana pula keterangan semacam ini pernah kami dengar dari perkataan Syaikh Abdul Malik Ramadhani -hafizhahullah- dalam sebuah rekaman video ceramah beliau ketika memberikan pelajaran kitab asy-Syari’ah karya Imam al-Ajurri.


Bom Bunuh Diri Bukan Jihad


Di manakah letak ilmu pada diri orang yang melakukan bom bunuh diri dan menyuruh orang lain untuk bunuh diri? Padahal Allah ta’ala berfirman,


وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا


“Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. an-Nisaa’: 29)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,


وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu alat/senjata maka dia akan disiksa dengannya kelak pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin ad-Dhahhak radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)


Ketika mengomentari ulah sebagian orang yang nekad melakukan bom bunuh diri dengan alasan untuk menghancurkan musuh, maka Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Hanya saja kami katakan, orang-orang itu yang kami dengar melakukan tindakan tersebut, kami berharap mereka tidak disiksa seperti itu sebab mereka adalah orang-orang yang jahil/bodoh dan melakukan penafsiran yang keliru. Akan tetapi, tetap saja mereka tidak memperoleh pahala, dan mereka bukan orang-orang yang syahid dikarenakan mereka telah melakukan sesuatu yang tidak diijinkan oleh Allah, akan tetapi mereka telah melakukan apa yang dilarang oleh-Nya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin, dinukil dari al-Kaba’ir ma’a Syarh Ibnu Utsaimin, hal. 109)


Di manakah letak ilmu pada diri orang yang membunuh nyawa orang kafir tanpa hak? Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا


“Barang siapa yang membunuh seorang kafir yang terikat perjanjian maka dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya itu akan tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Jizyah dan Kitab ad-Diyat dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, lafaz ini ada di dalam Kitab al-Jizyah)


al-Munawi menjelaskan bahwa ancaman yang disebutkan di dalam hadits ini merupakan dalil bagi para ulama semacam adz-Dzahabi dan yang lainnya untuk menegaskan bahwa perbuatan itu -membunuh kafir mu’ahad- termasuk kategori dosa besar (Faidh al-Qadir [6/251] as-Syamilah).


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حتَّى يَشْهَدُوا أنْ لا إلَهَ إلاَّ الله، وأَنَّ مُحَمَّداً رسولُ اللهِ، ويُقيموا الصَّلاةَ ، ويُؤْتُوا الزَّكاةَ ، فإذا فَعَلوا ذلكَ ، عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءهُم وأَموالَهُم، إلاَّ بِحَقِّ الإسلامِ ، وحِسَابُهُم على اللهِ تَعالَى


“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, apabila mereka telah melakukannya maka terjagalah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan alasan haq menurut Islam, dan hisab mereka terserah pada Allah ta’ala” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma)


Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh -hafizhahullah- (beliau adalah menteri Urusan Keislaman Arab Saudi) menerangkan bahwa di dalam kata-kata “apabila mereka telah melakukannya maka terjagalah darah dan harta mereka dariku” terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir itu hartanya boleh diambil dan darahnya boleh ditumpahkan. Dan orang yang dimaksud di dalam hadits ini adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang sedang terlibat peperangan dengan pasukan kaum muslimin. Oleh sebab itu misalnya jika anda mengambil harta seorang kafir harbi maka tidak ada hukuman bagi anda. Adapun orang kafir mu’ahad, kafir musta’man dan kafir dzimmi -ketiganya bukan kafir harbi,pen- maka mereka semua tidak boleh diperangi (lihat Syarah Arba’in, hal. 63)


Siapakah Wahabi/Salafi?


Syaikh Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi hafizhahullah -beliau adalah guru besar Aqidah di Universitas Islam Madinah- menerangkan di dalam kitabnya ‘Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid Asma’ wa Shifat’ [halaman 54] bahwa pendapat yang benar lagi populer ialah pendapat jumhur ulama Ahlis Sunnah wal Jama’ah yaitu yang menyatakan bahwa salafush shalih itu mencakup tiga generasi yang diutamakan dan telah dipersaksikan kebaikannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Sebaik-baik manusia adalah di jamanku, kemudian sesudah mereka, kemudian sesudahnya lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sehingga istilah salafush shalih itu mencakup sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Syaikh at-Tamimi mengatakan, “Dan setiap orang yang meniti jalan mereka dan berjalan di atas metode/manhaj mereka maka dia disebut salafi, sebagai penisbatan kepada mereka.” (Mu’taqad, hal. 54).

Beliau juga memaparkan [halaman 54] bahwa salafiyah adalah manhaj yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta generasi yang diutamakan sesudah beliau. Nabi telah memberitakan bahwa manhaj salaf ini akan tetap ada hingga datangnya hari kiamat. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Akan senantiasa ada segolongan manusia di antara umatku yang selalu menang di atas kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menelantarkan mereka sampai datang ketetapan Allah sementara mereka tetap dalam keadaan menang.” (HR. Muslim)


Kemudian, Syaikh at-Tamimi juga menegaskan [halaman 55] bahwa perkara yang dibenarkan apabila seorang menyandarkan diri kepada manhaj salaf ini selama dia konsisten menetapi syarat-syarat dan kaidah-kaidahnya. Maka siapa pun yang menjaga keselamatan aqidah dan amalnya sehingga sesuai dengan pemahaman tiga generasi yang utama tersebut, maka dia adalah orang yang bermanhaj salaf.


Di tempat yang lain [halaman 63] beliau mengatakan, “Terkadang para ulama menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai pengganti istilah salaf.”


Dari pemaparan ringkas di atas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa istilah salaf atau salafi sebenarnya adalah istilah yang sudah sangat terkenal dalam pembicaraan para ulama. Mereka itu tidak lain adalah para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Orang-orang yang mengikuti manhaj Salaf inilah yang biasa dijuluki dengan gelar ‘Wahabi’. Yang amat disayangkan adalah, sebagian pemuda yang terseret dalam paham Khawarij -sebagaimana sudah diterangkan di atas- juga merasa bahwa dirinya adalah penganut ajaran Wahabi. Sehingga itulah salah satu faktor pemicu munculnya anggapan bahwa Wahabi itu ada dua golongan yaitu Wahabi Salafi dan Wahabi Jihadi (yaitu yang menebar teror berkedok jihad). Padahal, para ulama Salafi berlepas diri dari tindakan-tindakan brutal yang mereka perbuat, sebagaimana sudah dipaparkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin di atas.


Reaksi Yang Salah


Dengan mencermati beberapa keterangan di atas, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa salah satu sebab utama munculnya aksi-aksi bom bunuh diri dan perusakan tempat-tempat umum dengan mengatasnamakan jihad adalah racun pemikiran Khawarij yang bercokol di dada sebagian pemuda yang ‘cetek’ pemahaman agamanya. Mereka sama sekali tidak berjalan di bawah bimbingan para ulama Rabbani. Semangat mereka membara, namun ilmu yang mereka miliki tidak cukup untuk menopang cita-citanya. Niat mereka mungkin baik, namun cara yang mereka tempuh jelas-jelas menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah serta pemahaman salafus shalih.

Akibatnya, musuh-musuh dari luar Islam pun dengan mudah menyamaratakan bahwa Islam mengajarkan kekerasan dan agama yang tidak mengenal perikemanusiaan. Mereka ingin menanamkan kesan kepada publik bahwa siapa saja yang ingin menegakkan kembali syari’at Islam dan tauhid maka mereka pasti identik dengan terorisme dan gemar membuat kekacauan. Oleh sebab itu mereka pun melekatkan gelaran Islam Fundametalis kepada kelompok mana saja yang bercita-cita untuk mengembalikan kejayaan Islam sebagaimana yang diraih oleh para pendahulu mereka, tidak terkecuali kepada Ahlus Sunnah as-Salafiyun.


Sayangnya, sebagian kaum muslimin yang tidak mengerti juga ikut-ikutan latah menuduh saudaranya yang mengikuti Sunnah Nabi dan berupaya untuk menebarkan dakwah tauhid sebagai penganut aliran sesat dan menyimpang gara-gara penampilan mereka yang mirip dengan tokoh-tokoh teroris atau istri mereka yang dimunculkan fotonya di media-media massa. Semata-mata karena celana cingkrang, jenggot dan cadar maka julukan teroris pun dengan enteng dilekatkan kepada mereka. Padahal memelihara jenggot dan memakai cadar termasuk tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagi anda yang ingin menyimak penjelasan lebih tentang hukum cadar, jenggot, dan celana ‘cingkrang’ silahkan membaca tulisan saudara kami yang mulia al-Akh Muhammad Abduh Tuasikal di link berikut ini -rumaysho.com-. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan.


Akhir kata, kami memohon kepada Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang tinggi lagi mulia, semoga Allah membukakan pintu hidayah bagi saudara-saudara kita yang melenceng dari jalan yang lurus dan semoga Allah berkenan melimpahkan ampunan-Nya kepada kita. Dan semoga kejadian semacam ini bisa menjadi pelajaran bagi para pemuda Islam di mana saja mereka berada, bahwa perjuangan Islam adalah perjuangan yang suci, yang harus ditegakkan di atas ilmu al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman sahabat Nabi dan bimbingan para ulama Rabbani. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Selesai disusun ulang di wisma MTI, Pogung Kidul

28 Rabi’ul Awwal 1431 H


Sumber : http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/03/16/antara-wahhabi-dan-teroris/

Menjawab Tuduhan Batil Terhadap Dakwah Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab

Rabu, 16 Juni 2004 21:00:31 WIB



Halaman ke-1 dari 3

MENJAWAB TUDUHAN BATIL TERHADAP DAKWAH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDIL WAHHAB

Oleh
Abul Harits as-Salafy



KEDUSTAAN HIZBUT TAHRIR ATAS SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB

Sudah menjadi adat dan kebiasaan firqoh-firqoh sesat untuk memusuhi dan memfitnah kepada pembela dakwah yang haq, yang menyeru manusia kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah dan Sunnah rasul-Nya. Abdul Qodim Zallum rahimahullahu, salah satu tokoh Hizbut Tahrir dengan bangga mengatakan dalam bukunya yang berjudul Kaifa Hudimat Khilafah (dalam versi Indonesianya berjudul Konspirasi Barat meruntuhkan Khilafah Islamiyah, hal. 5), sebagai berikut : “Inggris berupaya menyerang negara Islam dari dalam melalui agennya, Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud. Gerakan Wahhabi diorganisasikan untuk mendirikan suatu kelompok masyarakat di dalam negara Islam yang dipimpin oleh Muhammad bin Saud dan dilanjutkan oleh anaknya, Abdul Aziz. Inggris memberi mereka bantuan dana dan senjata.”.....

Pada halaman selanjutnya dia mengatakan : “Telah diketahui dengan pasti bahwa gerakan Wahhabi ini di provokasi dan didukung oleh Inggris, menginggat keluarga Saud adalah agen Inggris. Inggris memanfaatkan madzhab Wahhabi, yang merupakan salah satu madzhab Islam dan pendirinya merupakan salah seorang mujtahid.”

Subhanallah ini adalah sebuah kedustaan dan fitnah, serta kezholiman terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab qoddasallahu ruuhahu yang mana hal ini tidak akan dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benci terhadap Islam, benci terhadap Firqotun Najiyah, dan benci akan tersebarnya dakwah salafiyyah yang sesuai dengan Al-Qur'an dan as-Sunnah. Ingatlah akan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Isra’ ayat 36.



“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.” [Al-Isra : 36]

Dan yang paling mengherankan lagi, orang-orang Hizbut Tahrir menolak khabar ahad / hadis ahad dalam masalah aqidah, walaupun hadis itu shohih dari Rasulullah karena hal itu tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, dan ketika dalam masalah/perkara yang sesuai dengan hawa nafsu mereka (Seperti kedustaan mereka atas Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab), dengan penuh keyakinan dan kebanggaan mereka menerima khabar ahad walaupun itu berasal dari seorang orentalis, sekaligus agen Inggris yang bernama Mr. Hamver yang juga seorang pendusta. Untuk lebih jelasnya mengenai siapa Hamver, marilah kita ikuti penjelasan Syaikh Malik Bin Husain dalam majalah Al-Asholah edisi ke 31 tertanggal 15 Muharram 1422 H, beliau berkata :

“Saya telah meneliti kitab yang beracun dengan judul Mudzakkarat Hamver dan nama Hamver ini tidak asing lagi. Pertama kali aku membacanya di Majalah Manarul Huda, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Maktabah al-‘Alaami yang staf redaksinya dari Jam’iyyah Al-Masyaari’ al-Khairiyyah Al-Islamiyyah pada edisi 28, Ramadhan 1415 H/1995. Majalah ini dikeluarkan oleh Jama’ah Al-Ahbasy, sebuah Jama’ah Sufiyyah berpangkalan di Yordania dan selalu memusuhi dakwah salaf dan para ulama’nya, dan mereka mendapat bantuan dana dari orang-orang Yahudi dalam operasionalnya.

Setelah saya membaca makalah ini, jiwaku terdorong untuk membaca kitab mudzakkarat mata-mata/intel Inggris ini, hingga aku mengetahui sampai sejauh mana kebenaran yang dinisbatkan kepada Al-Imam Al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam kitab ini. Ketika selesai membaca mudzakkarat ini, telah jelas bagiku bahwa itu merupakan sebuah dusta dari asalnya, dan Hamver ini adalah seorang yang asalnya tidak ada, lalu diada-adakan. Maka dari itu saya ingin menjelaskan kepada saudara-saudara sekalian tentang hal yang telah saya dapatkan dari peneletianku terhadap mudzakkarat ini, dalam rangka membela Imam Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- dan juga dapat pembelaan terhadap kaum muslimin dari tikaman orang-orang ahlul bid’ah. Allah Ta’ala berfirman :



“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang batil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.” [Al-Anbiya’ : 18]

Dan dalam ayat lain Allah berfirman :



“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu”

Pada ayat ini ada pelajaran ilmiyah bagi kelompok orang-orang mukmin, yang menjaga agamanya dan menjaga hubungan persaudaran antar sesama muslim, dengan mencari kejelasan (tatsabut) terhadap semua berita miring yang dilontarkan untuk memecah belah barisan kaum muslimin.

Akan senantiasa terus menerus musuh-musuh dakwah (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah-) berusaha dengan berbagai cara untuk menghancurkan dakwah ini, yang tidak ada di dalamnya keilmiahan sedikitpun melainkan hanya kebohongan dan kedustaan, laa haula wala quwwata illa billah. Wahai para pencari kebenaran, risalah-risalah dan kitab-kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- telah tercetak, diantaranya adalah seperti dibawah ini :

Al-Aqidah satu jilid, Fiqih dua jilid, Mukhtasor Siroh Nabi, kumpulan fatwa-fatwa satu jilid, tafsir dan Mukhtasor Zaadul Ma’ad satu jilid, Rosail Sakhshiyaah satu jilid, Kitab Hadits lima jilid, Mulhaq dan Mushonnafat satu jilid. Jadi kesemuanya 12 jilid yang telah dikumpulkan oleh Lajnah Ilmiyah yang khusus menangani masalah ini dan berasal dari Jaami’ah (Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah), yang dikumpulkan serta diverifikasi oleh DR. Abdul Aziz bin Zaid Ar-Ruumi, DR. Muhammad Biltaaji dan DR. Sayyid Hijab, serta di cetak di Riyadh.

Maka barangsiapa yang ingin mencari kebenaran, hendaknya ia membandingkan ucapan Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- dengan ucapan musuh-musuh beliau. Karena kitab-kitabnya dan risalah-risalahnya telah tercetak. Kalau ada sesuatu yang benar dari kitab-kitab dan risalah-risalah beliau kita terima, dan kalau ada sesuatu yang salah maka kita tolak, dan kita tidak fanatik kepada seseorang siapapun dia, kecuali Rasulullah yang mana beliau tidak berkata dengan hawa nafsunya melainkan wahyu yang telah diwahyukan kepadanya.

Adapun kalau kita bersandar perkataan seorang Nasrani yang kafir yang tidak dikenal, yang gemar minum minuman keras sampai mabuk, bahkan dia menyebut kalau dirinya seorang pembohong. Maka keadaan kita persis seperti apa yang digambarkan oleh syair dibawah ini :

Barangsiapa yang menjadikan seokor burung gagak sebagai dalil (hujjah)

Maka dia (burung gagak) akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing

Bagaimana tidak, padahal yang telah jelas dari risalah-risalah dan bantahan-bantahan Al-Imam –rahimahullah- bahwasanya, di dalamnya ada penafian (penolakan) terhadap apa-apa yang dikaitkan dengan dakwah beliau yang berupa tuduhan-tuduhan, dan kedustaan-kedustaaan yang tidak pernah beliau ucapkan, bahkan beliau mengingkarinya, dan berulang-ulang beliau mengatakan : “Hadza buhtanun azhim (ini adalah suatu kedustaan yang besar)”.

Semoga Allah merahmati Imam Adz-Dzahabi yang mengatakan : “dan Kami belum pernah menjumpai yang demikian itu dalam kitab-kitabnya”. Ketika itu Syaikh Adz-Dzahabi menceritakan beberapa perkara yang dinukil oleh sebagian mereka yang dengannya Imam Ath-Thabari menjadi tertuduh.”

Dan saya (syaikh Malik) katakan : Sesungguhnya apa-apa yang disebutkan dalam mudzakkarat Hamver adalah omong kosong belaka, dan perkataan yang tidak berlandaskan dalil sama sekali. Dan hal ini tidaklah keluar kecuali dari dua macam manusia :

[1]. Orang yang bodoh kuadrat, tolol tidak bisa membedakan antara telapak tangannya dengan sikunya.
[2]. Orang yang memperturutkan hawa nafsu, ahlul bid’ah dan musuh dakwah tauhid.

Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya daging para ulama itu beracun, barangsiapa yang mencela para ulama’ maka Allah akan mengujinya sebelum ia mati dengan kematian hatinya. Kita memohon kepada Allah perlindungan dan keselematan.

Halaman ke-2 dari 3


MUDZAKKARAT HAMVER PADA DASARNYA ADALAH SEBUAH KEBOHONGAN (KEDUSTAAN) DAN HAMVER ADALAH SESEORANG YANG SEBENARNYA TIDAK ADA, LALU DIADA-ADAKAN

Setelah saya mempelajari mudzakkrat ini telah jelas bagi saya bahwasanya mudzakkarat ini adalah hasil dari khayalan seseorang atau sebuah kelompok yang misinya adalah menjelekkan/menjatuhkan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- dengan kedustaan, kepalsuan. Dan dalil dari perkataan ini sangat banyak, diantaranya :

[1]. Dengan mengikuti sejarah yang disebutkan di dalam mudzakkarat, nampaklah bagi kita bahwasanya Hamver tatkala bertemu dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, tatkala itu umur beliau kurang lebih masih 10 tahun. Ini adalah hal yang tidak cocok bahkan bertentangan dengan apa yang ada di mudzakkarat (hlm 30), bahwasanya Hamver berkenalan dengan seorang pemuda yang sering datang ke sebuah toko, dan pemuda itu mengetahui tiga bahasa, yaitu bahasa Turki, Faris, dan bahasa Arab, dan ketika itu ia sedang menuntut ilmu, dan pemuda dikenal dengan nama Muhammad bin Abdul Wahhab. Dan tatkala itu beliau adalah seorang pemuda yang antusias dalam menggapai tujuannya.

Dan engkau dapat merinci hal itu dengan dalil :

[1]. Disebutkan di (hlm 13) : Kementrian Penjajah Inggris mengutus Hamver ke Asana (markas khilafah Islamiyyah) tahun 1710 M/1122 H).
[2]. Disebutkan di (hlm 18) : Bahwasanya dia tinggal di sana selama 2 tahun. Kemudian kembali ke London sebagaimana perintah, dalam rangka memberikan ketetapan yang terperinci tentang kondisi di Ibu Kota pemerintahan.
[3]. Disebutkan di (hlm 22) Bahwasanya dia berada di London selama 6 bulan.
[4]. Disebutkan di (hlm 22) Bahwasanya dia pergi ke Basrah dan berada di sana selama 6 bulan. Di Basrah inilah dia (Hamver) bertemu dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah-.
[5]. adi kalau dijumlahkan tahunnya maka dapat diketahui bahwa Hamver ketemu dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- pada tahun 1713 M atau 1125 H dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- lahir pada tahun 1703 M atau 1115 H. jadi waktu ketemu Hamver umur Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- pada waktu masih sekitar 10 tahun. Dari sini dapat diketahui kebathilan dan kebohongan Mudzakarat ini.
[6]. Disebutkan di dalam Mudzakarat hlm. 100, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- mulai menampakkan dakwahnya pada tahun 1143 H. dan ini merupakan kebohongan yang nyata, karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- mulai menampakkan dakwahnya pada tahun kematian ayahnya yaitu tahun 1153 H.
[7]. Sesungguhnya sikap pemerintahan Inggris terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- bukan sikap yang ramah dan bersahabat, tetapi sikap yang bermusuhan.
[8]. Kita tidak menemukan kitab yang menyebut tentang mudzakarat ini sebelumnya. Dan musuh-musuh dakwah syaikh yang mubarak ini selalu menjelek-jelekkan dakwah ini, menisbatkan semua kejelekan kepadanya, dan anehnya hal ini baru dikeluarkan pada waktu akhir-akhir ini. Hal ini jelas menunjukkan kebohongan dan kedustaan mereka.
[9]. Hamver adalah seseorang yang tidak diketahui (tidak dikenal), mana maklumat yang menjelaskan tentang dia (hamver) ? tidak ada!!!, bahkan tidak ada maklumat dari pemerintah Inggris yang menjelaskan tentang tugasnya hamver ini.
[10]. Orang-orang yang membaca mudzakarat ini pasti tidak menduga kalau yang menulis ini orang nasrani, karena banyak ibarat/perumpamaan yang menikam agama Nashrani dan pemerintahan Inggris.
[11]. Dua naskah terjemahan dari mudzakarat ini tidak menyebutkan tanda-tanda yang jelas mengenai kitab (mudzakarat yang asli), dan ditulis pakai bahasa apa ? sudah dicetak atau masih dalam bentuk manuskrip? itu semua tidak jelas.
[12]. Penerjemahnya pun tidak diketahui orangnya, pada naskah yang pertama tidak disebutkan sama sekali tentang penerjemahnya. Begitu juga pada naskah yang kedua.
[13]. Pada naskah terjemahan yang kedua dijelaskan tanggal penerjemahannya yaitu : 25 ‘haziran’ 1990. Apakah perkara yang sepenting ini dibiarkan begitu saja ? tidak ada yang mengetahui kecuali setelah 199 tahun kematiannya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah-.
[14]. Kedua naskah itu sepakat bahwa tanggal 2 Januari 1973 pada akhir dari mudzakarat itu. Dan apa yang dimaksud dengan tanggal ini saya tidak tahu ? apakah ini penulisan mudzakarat hamver ini (seperti yang nampak) ? Dan ini membuktikan kedustaan mudzakarat ini, bahwa wafatnya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah 179 tahun setelah tanggal yang disebutkan itu.
[15] Semua yang ada di kitab-kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah semua yang ada di muzakkarat ini.
[16]. Sesungguhnya keberadaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwah beliau sudah merupakan bukti yang cukup kuat untuk membantah apa yang disebutkan di mudzakkarat.

SIKAP PEMERINTAH INGGRIS TERHADAP DAKWAH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB

Ketika pemerintah Inggris mulai merasakan dari dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang semakin menguat dan meluas di berbagai daerah yang di duduki oleh pemerintah Inggris. Seperti yang terjadi di India, terdapat dakwah Syaikh Ahmad bin Irfan yang terkenal dengan nama Ahmad Barily dan para pengikutnya yang mulai menguasai India dan menentang dakwah sesat dari Mirza Ghulam Ahmad Al-Qodiyani yang di dudung sepenuhnya oleh Inggris dan dan orang-orang yang tidak mengerti Islam sama sekali kecuali hanya sekedar namanya saja.

Keseriusan pemerintah Inggris untuk menghancurkan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang menyeru manusia untuk kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah ini semakin nampak. Ini terbukti dengan biaya dan tenaga yang sangat besar yang telah keluarkan dalam menghentikan dakwah yang mubarakah ini. Salah satu bukti kuatnya adalah ketika Ibrahim Baasya dari Mesir, berhasil menghancurkan kota Dar’iyyah di Riyadh, tempat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan raja Abdullah bin Su’ud bin Abdul Aziz.

Pemerintah Inggris mengutus George Forster Sadleer yang menjabat sebagai ketua Agen Inggris yang berkedudukan di India untuk melakukan perjalanan panjang dan melelahkan menuju ke Riyadh dengan tujuan memastikan bahwa Dar’iyyah benar-benar sudah hancur sekaligus memberikan ucapan selamat dan penghargaan kepada Ibrahim Baasya. Setelah melalui perjalanan yang melelahkan akhirnya rombongan Sadleer ini bertemu dengan Ibrahim Baasya pada tanggal 13 Agustus 1819 M di tempat yang bernama Bi’ir Ali di dekat kota Madinah.”

Dari data-data diatas jelaslah kedengkian Hizbut Tahrir terhadap dakwah tauhid yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan tidak terbatas pada beliau saja, tetapi Hizb ini membenci semua ulama’ yang mendakwahkan tauhid. Dibawah ini penulis akan menghadirkan beberapa tuduhan bathil Hizbut Tahrir terhadap para ulama’ salaf.

Halaman ke-3 dari 3


Agar pembaca dapat mengetahui dan membandingkan antara tuduhan Hizbut Tahrir dan fakta yang ada, maka penulis disini sengaja menghadirkan sejarah singkat syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab.

Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman Attamimi, beliau lahir di sebuah rumah yang terkenal yang penuh dengan ilmu di kota Uyainah tahun 1115 H/ 1703 M. kakek beliau Sulaiman bin Ali bin Musyrif adalah seorang ulama’ yang terkenal pada zamannya, beliau adalah orang yang dijadikan rujukan para ulama’ pada zamannya. Beliau menulis sebuah kitab yang sangat terkenal dalam masalah Manasik Haji. Begitu juga pamannya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, juga seorang ulama’ ahli fiqih, ayah syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman seorang Hakim yang juga Ahli fiqh.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang cerdas, hafal Al-Qur’an sebelum usia 10 tahun. Belajar Fiqih Hambali pada ayahnya. Syaikh Abdul Wahhab kagum dengan kecerdasan anaknya dalam menerima pelajaran.

Di samping itu Syaikh Muhammad juga belajar dari beberapa guru di berbagai daerah, sampai ke Madinah. Setelah memahami ilmu tauhid dari Al-Qur’an dan Sunnah, beliau melihat di kotanya Najd banyak terjadi kesyirikan, khurafat, dan bid’ah yang merajalela. Beliau menyaksikan para wanita yang belum menikah pergi ke pohon-pohon kurma yang dikeramatkan dan bertawassul (meminta) kepada pohon-pohon kurma itu agar mereka diberikan jodohnya pada tahun ini. Di Hijaz beliau melihat orang-orang mengkeramatkan kuburan para sahabat dan ahlul bait, dan di kota suci Madinah Al-Munawwaroh yang dulu merupakan pusatnya tauhid, beliau menyaksikan bagaiman manusia beristigosah dan berdoa kepada kepada Rasulullah, yang mana hal itu menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah seperti yang difirmankan Allah dalam surat Yunus :


“Janganlah kalian menyeru kepada selain Allah yang tidak mampu memberi kalian manfaat tidak pula memberikana bahaya. Jika kalian melakukannya maka sesungguhnya kalian adalah termasuk orang-orang yang zhalim.”

Dan hadits Rasulullah.


“Jika kamu meminta maka memintalah hanya kepada Allah dan jika kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah.”

Menyaksikan semua kemungkaran itu, beliau bangkit dan segera memulai dawah beliau dengan memurnikan keta’atan kepada Allah, memurnikan tauhid masyarakat Arab yang tercampur dengan Syirik, khurafat, dan bid’ah. Beliau seakan-akan membawa agama baru bagi masyarakat Arab pada waktu yang tengah tenggelam dengan kesyirikan, bid’ah dan khurafat.

Mulailah terjadi perlawanan dari kelompok-kelompok sesat yang merasa dirugikan dengan adanya dakwah Syaikh ini, kemudian mereka mencoba mengadakan perlawanan baik fisik maupun pikiran. Fitnah dan tuduhan keji mulai di arahkan kepada beliau, dengan menyebut semua yang menyelesihi adat dan kebiasaan mereka disebut “Wahhabi” segala sesuatu yang konotasi jelek disebut “Wahhabi”, namun beliau tetap berdakwah kepada Allah, memperingatkan manusia dari bahaya yang mereka lakukan, berusaha mengumpulkan kalimat mereka diatas kebenaran, dan dalam satu kepemimpinan yang ditegakkan pada mereka perintah Allah, dan mereka berjihad dijalan Allah, maka beliau bersungguh-sungguh dalam melaksanakan hal ini, berdakwah kepada Allah, berhubungan dengan para pemimpin, menulis kitab-kitab tentang tauhid/perintah untuk meng-Esakan Allah, dan melaksanakan syariat, serta meninggalkan kesyirikan.

Beliau senantiasa bersabar atas yang demikian itu, mengharapkan pahala dari Allah. Sesudah beliau mempelajari dan memperdalam agama dari para ulama di negeri itu dan selainnya, beliau berusaha bersungguh-sungguh dalam berdakwah kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya, mempersatukan umat di kota Huraimala pada awalnya, lalu di Al Uyainah, lalu berpindah - sesudah beberapa perkara - ke Dar'iyyah, dan Muhammad bin Su’ud membaiatnya untuk berjihad di jalan Allah, untuk menegakkan perintah Allah maka mereka semua adalah orang-orang yang benar dalam hal ini, saling tolong-menolong, maka merekapun berjihad hingga Allah memberi kemenangan dan menguatkan mereka. Meka merekapun menyiarkan tauhid, mengajak manusia kepada kebenaran dan petunjuk dan menerapkan syariat Allah terhadap hamba-hambaNya.

Disebabkan kejujuran dan “isti’anah” (meminta pertolongan) kepada Allah, dan karena tujuan yang benar Allah menolong dan menguatkan mereka. Dan cerita tentang mereka itu sudah tidak asing lagi bagi mereka yang memiliki pengetahuan meski sedikit.

Setelah Muhammad bin Su’ud, kemudian datanglah Raja Abdul Aziz (sesudah masa yang penuh dengan kekacauan dan perpecahan), beliau bersungguh-sungguh dalam memperbaiki keadaan umat ini sambil memohon pertolongan kepada Allah, kemudian meminta bantuan para ulama, maka Allah pun menolong dan menguatkannya, serta mempersatukan kalimat kaum muslimin Jazirah ini. Di atas Syariat dan di jalan-Nya, sehingga tegak dan bersatu jazirah ini dari penjuru utara hingga selatan, timur hingga barat di atas kebenaran dan petunjuk, dengan sebab kejujuran, jihad, dan menegakkan kalimat Allah.

Dalam menyingkapi fitnah terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan agar pembaca bisa menilai dengan adil, maka marilah sejenak kita simak perkataan Syaikh Muqbil bin Hadi -rahimahullah-:

“Maka jika kita melihat ketika diutusnya Nabi kita Muhammad r dan melihat perbuatan (jahat) orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam kepada Nabi kita Muhammad r, lalu kita menyaksikan akhir kesudahan yang baik itu adalah bagi orang bertakwa. Dan demikianlah sesudah Nabi kita Muhammad r hingga zaman kita ini yang dianggap sebagai zaman fitnah, fitnah yang bermacam-macam yang tidak akan mengetahui banyaknya fitnah itu melainkan Allah U.

Dalam zaman ini yang tercampur padanya kesyirikan dan hal-hal jelek bagi kaum muslimin, terdapat kebangkitan yang diberkahi yang mana keutamaan dan karunia ini adalah karena Allah. Dia-lah yang memberkahi, menumbuhkan dan menunjuki jalannya. Lalu musuh-musuh Islam bermaksud menjauhkan manusia dari kebangkitan yang diberkahi ini dengan memberikan bermacam-macam julukan dan nama untuk memalingkan kaum muslimin dari kebangkitan yang diberkahi ini, dan kesadaran yang diberkahi.

Dan kami berbicara –insya Allah- tentang satu julukan, walaupun (segala puji bagi Allah) banyak saudara-saudara kita tidak mengetahui tentang hal ini. Akan tetapi ini termasuk dari (melaksanakan) bab : "Hendaknya seorang yang tahu menyampaikan kepada orang yang tidak tahu". Karena sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


"Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir".

Dan beliau r bersabda :


"Semoga Allah memperindah yang mendengar perkataanku, lalu menyapa, menghafal dan menyampaikannya"

Itulah kata buruk yang disebarkan oleh orang-orang komunis, pengikut partai ba'ats, pengikut pemahaman Jamal Abdul Nasir, orang-orang Syi'ah, orang-orang Sufi ahli bid'ah, mereka menyebarkannya dilingkungan masyarakat kita untuk menghalangi manusia dari sunnah Rasulullah, kata-kata itu adalah kata "Wahabiyyah", maka barangsiapa berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah, mereka menjauhkan manusia darinya dan memberikan julukan itu agar manusia lari darinya.

Dan sepatutnya diketahui, bahwasannya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab – ÑÍãå Çááå- adalah termasuk ulama yang hidup pada abad ke-12 Hijriyah, beliau seorang ulama yang bisa benar dan bisa salah, kalaulah kita orang-orang yang buat "Taklid" (mengikuti tanpa dasar) tentulah kita akan "Taklid" kepada ulama Yaman kita yaitu Muhammad bin Ismail Al-Amiir Ash-Shan'ani –beliau hidup sezaman dengan syaikh Muhammad bin Abdul Wahab-, dan beliau lebih alim daripada syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, akan tetapi syaikh Muhammad bin Wahab dakwahnya diberi kekuatan oleh Allah dengan kekuasaan dan tersebarlah ilmunya. Dan Muhammad bin Ismail Al-Amiir yang hasil karya beliau (karangan-karangannya) memenuhi dunia. Kaum muslimin mendapat manfaat dari kitab-kitabnya, walaupun orang-orang Yaman menghancurkan beliau dan mereka berkehendak mengusirnya dari negeri Shan'a (Yaman)

Itulah kata (Wahabiyyah) yang dengannya manusia dijauhkan dan dihalangi dengannya dari sunnah Rasulullah, wajib bagi kalian untuk berhati-hati dari perkaranya dan kalian hendaknya melihat apa maknanya.

Kata itu (Wahabiyyah) adalah dinisbatkan kepada seorang ulama dan bukanlah dinisbatkan kepada "Marx" dan bukan pula dinisbatkan kepada "Lenin" dan bukan pula dinisbatkan kepada "Amerika" dan bukan pula dinisbatkan kepada "Rusia" dan bukan juga dinisbatkan kepada "Para pemimpin musuh-musuh Islam" dan kami tidak memperbolehkan seorang muslim untuk menisbatkan dirinya kecuali kepada Islam dan kepada Nabi kita Muhammad r.

Sepatutnya kalian berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam masalah ini. Nabi Sulaiman u ketika burung Hud-hud mengabarinya apa yang dilakukan oleh Ratu Saba' dan kaumnya :


“Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mu'min)?" Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu): "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir". [An-Nahl : 27]

Dan Allah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :



“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” [Al-Hujurat : 6]

Kami berbicara tentang hal ini bukanlah lantaran Ahli Sunnah dan Ahli Agama di "Dammaj" (tempat Syaikh Muqbil bermukim) karena sesungguhnya dakwah mereka (Segala Puji bagi Allah) diterima oleh penduduk Yaman, akan tetapi permasalahannya adalah propaganda ini telah melanda negeri Saudi Arabia, Mesir, Sudan, Syam, Iraq dan seluruh negeri-negeri Islam. Barangsiapa berpegang teguh kepada Agama, mereka berkata : "Itu adalah Wahabi".

Dan Allah berfirman dalam kitab-Nya :



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi`ar-syi`ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al-Maidah : 2]

Dan Nabi Muhammad r bersabda sebagaimana dalam shahih muslim,

"Orang muslim adalah saudara muslim lainnya. Ia tidak akan mendhaliminya, menghinakannya dan tidak meremehkannya. Ketakwaan itu adalah disini (beliau menunjuk)”

Kami memperingatkan tentang propaganda ini, karena rasa kasih sayang kepada saudara-saudara mereka secara umum dari berburuk sangka kepada saudara-saudara kita para dai yang menyeru ke jalan Allah “Azza wajalla” dan hendaknya mereka tidak mengganggu saudara-saudara mereka para dai di jalan Allah, karena Allah berfirman dalam Al Qur’an :


“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” [Al Ahzab : 58]

Dan Perkaranya adalah sebagaimana pepatah :

“Lempar Batu Sembunyi Tangan”

Perkaranya (adalah sebagaimana telah dikatakan) bahwasanya komunis, pengikut partai ba’ats, ..........berbeda dengan ahli sunnah wal jama’ah dan para dai yang menyeru kepada Allah, dan Allah berfirman :



“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian di tuduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya i a telah berbuat suatu kebohongan yang nyata.” [An Nisa : 112]

Dan aku katakan kepada saudara-saudara para da’i yang menyeru kepada Allah di seluruh negeri Islam : Hendaknya mereka bersungguh-sungguh menyingsingkan lengan (dalam berdakwah), dan hendaknya mengharapkan wajah Allah (dalam berdakwah), bukan lantaran ingin mendapatkan kursi, kedudukan, dan bukan pula lantaran ingin mendapatkan sedikit kehidupan dunia, sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali jika amal itu didasari keikhlasan untuk mengharapkan wajah Allah, berdakwah kepada Allah lebih tinggi nilainya daripada kursi, kedudukan dan sedikit kehidupan dunia ini.


“Dan siapakah yang lebih baik perkaataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.” [Fushilat :33]

Ya, Allah berfirman :


“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[(An Nisa :104]

Kalian mempunyai Al Qur’an dan sunnah Rasulullah r, sedangkan musuh-musuh kalian dari kalangan kaum komunis, pengikut partai ba’ats, pengikut pemahaman Nasirin, syi’ah, Sufiyyah, propaganda mereka dibangun diatas kedustaan, kebohongan, pengkhianatan. Sedangkan para dai yang menyeru kepada Allah tidak ada yang menolong mereka melainkan Allah, dan cukuplah Allah sebagai penolong. Dan Allah berfirman dalam Al Qur’an untuk mengokohkan hamba-hamba-Nya yang beriman :



“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,” [Ali Imran : 139-140]

Dan Allah juga berfirman :



“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu.” [Muhammad : 35]

Akan tetapi sepatutnya dakwah itu bukanlah dakwah untuk pemberontakan dan penggulingan, karen dakwah seperti ini lebih banyak kerusakandaripada kebaikannya, dakwah itu adalah mengajak kaum muslimin kembali kepada Al Qur’an dan sunah nabi mereka Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

Allah berfirman :


"Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." [Al Isra : 81]

Dalam ayat yang diberkahi ini terdapat berita gembira dari Allah bahwasanya kebatilan tidak akan mampu berdiri kokoh didepan kebenaran, dan Allah berfirman :



“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” [Ar Ra’du : 17]

Maka kami memuji kepada Allah yang membangkitkan penduduk Yaman khususnya, dan juga penduduk Najd di Al Haramain, dan di Mesir, sungguh banyak diantara mereka menjadi orang-orang yang tidak terpengaruh dengan propaganda yang keji ini yang mana proopaganda ini ditujukan kepada seorang ulama yang dipuji oleh ulama Islam. Muhammad bin Ismail Al-Amir An-Shan’ani -rahimahullah- berkata tentang diri syaikh Muhammad bin Abdul Wahab :



Telah datang kabar gembira (datangnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab)

Yang telah mengembalikan syari’at Islam

Beliau singkap kebodohan orang jahil dan mubtadi’ maka beliau bersamaku

Beliau bangun kembali tiang-tiang agama dan menghancurkan kuburan-kuburan keramat yang membuat manusia sesat

Mereka membuat kembali berhala-berhala seperti suwa’ yaghuts, wad dan ini sejelek-jeleknya

Dan mereka memohon kepada berhala-berhala itu dikala susah seperti seorang yang meminta Allah Yang Maha Esa

Berapa banyak orang yang thowaf dikuburan sambil mencium dan mengusap dinding-dinding kuburan dengan tangan-tangan mereka.

Maka wajib bagi para da’i yang menyeru kepada Allah untuk menetapkan kebenaran, dan sungguh kami telah mengatakan dalam beberapa pelajaran maupun khutbah bahwasannya propaganda itu adalah kedustaan untuk menyandarkan diri kita kepada syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sesungguhnya kami tidak ridha untuk dinisbatkan melainkan kami hanya ridha kami dinisbatkan kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang memberi syafa’at kami dan yang kami cintai, yang mana Allah mengeluarkan kami dengan perantaraan beliau r dari kegelapan kepada cahaya. Propaganda-propaganda itu akan hilang sebagaimana pernah dijuluki As-Shabi’ artinya orang yang keluar dari agama nenek moyangnya dan berganti agama dengan agama lain. Adapun kita tidaklah keluar dari agama kita berganti dengan agama lainnya kita tidak mengkafirkan bapak-bapak kita, kakek-kakek kita, sebagaimana persangkaan mereka ! dan kita tidaklah mengkafirkan para wali dan tidaklah membenci ahlul bait (keluarga Nabi), dan kita telah membicarakan tentang keutamaan-keutamaan keluarga Nabi dalam beberapa ceramah. Dan kita tidak membenci orang-orang shalih dan kita tidak mengkafirkan masyarakat kita, dan kita tidak memperbolehkan untuk keluar dari ketaatan pemerintahan muslim, maka hendaknya orang yang menyaksikan hal ini menyampaikan kepada orang yang tidak hadir, dan sesudah ini propaganda itu akan lenyap dan akan menjadi sebab bagi tersebarnya sunnah Rasulullah r, Allah berfirman dalam Al-Qur’an :



"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: ‘Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.’" [An-Nur 11-12]

Jika kamu mendengarkan seseorang berkata : “Itu orang Wahabi”, maka ketahuilah bahwa ia termasuk dari salah seorang dari dua orang ini :

[a]. Mungkin ia seorang yang melakukan perbuatan keji.
[b]. Atau mungkin seorang yang bodoh tidak mengetahui hakekat ini.

Ini adalah kedustaan yang besar terhadap para da’i yang menyeru kepada Allah, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:



"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui." [An-Nur 19]

Allah telah menamai kita sejak zaman dahulu sebagai seorang muslim dan kita umat Muhammad r tidak meridhai Nabi Muhammad diganti, kami tidak meridhai untuk menisbatkan diri kami kepada Syafi’i atau Zaidi atau kepada Wahabi atau selain ini. Mereka itu semua adalah para ulama yang agung yang menganggap jahat orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka.

Saya menasehatkan kepada setiap saudara seagama untuk membaca kitab beliau rahimahullahu yaitu Kitabut Tauhid niscaya kalian akan melihat ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Kitab itu adalah kitab yang agung walaupun didalamnya ada hadits-hadits yang dha’if, namun tidaklah memberi mudharat.

Sungguh saya telah menerangkan dalam kitab “An-Nahju Asy-Syadidu” , lihatlah disana

“Janganlah kalian menjadi bunglon tapi hendaklah kalian mengatakan jika manusia berbuat baik maka kami akan berbuat baik, dan jika mereka berbuat dhalim maka kami akan berbuat dhalim, akan tetapi tanamkanlah dalam jiwa-jiwa kalian jika manusia berbuat baik kalian akan berbuat baik, dan jika mereka berbuat jahat maka janganlah kalian berbuat jahat.” Wallahumusta’an.”

Itulah pendapat Syaikh Muqbil terhadap orang-orang yang menisbatkan sesuatu yang jelek kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan memberinya julukan Wahabi. Seorang ulama’ yang lain berkata :

“Pada masa lalu Imam Syafi’i dituduh sebagai seorang rafidhi (pengikut syi’ah rafidah), dan beliau (Imam Syafi’i) menjawab : “


Jika orang yang cinta kepada Muhammad itu disebut Rafidhah

Maka saksikanlah wahai manusia bahwa saya Rafidhi



Jika orang yang mengikuti Nabi Muhammad disebut Wahhabi

Maka saya mengikrarkan bahwa diri saya adalah seorang Wahhabi.

Footnote :
[2]. Demikian pula apa yang dimuntahkan oleh al-Mudzabdzab al-Hizbi dan Abu Rifa al-Buali (pembual) ash-Shufi al-Bid’i yang jahil murokkab. Insya Allah akan saya berikan bantahan khusus terhadap syubuhat kedua orang bodoh ini. (Abu Salma)
[3]. Abu Salma : Ahbasy ini adalah jama’ah takfiri yang sangat sesat dan menyesatkan, Syaikh Abdurrahman bin Said ad-Dimasyqiyah memiliki bantahan yang cukup tebal terhadap kesesatan al-Ahbasy ini yang berjulul Mausu’at Ahlis Sunnah
[4]. Ini sama dengan dimuat di majalah Manarul Huda; milik kelompok Al-Habasyiyah Al-Haruriyyah, (kelompok sufi exterm yang memusuhi dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) edisi 28, bulan Ramadhan 1415 H./1995 M. hal. 62, dikatakan sebagai berikut : Dan Pada tahun 1125 H/1713 M mata-mata Inggris Hamver bekerja sama dengan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menghapus/melenyapkan Islam. Dan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyebarkan kebohongan-kebohongan yang diperintahkan oleh mata-mata/intel Inggris dengan nama Wahabiyyah.
[5]. Lihat kitab dengan judul : Unwanul Majd fi Tarikhil Najd, yang ditulis oleh Utsman bin Basyar, 1/29.
[6]. Mas’ud An-Nadwi, Muhammad bin Abdul Wahhab Muslih Madhlum wa muftara alaihi, Mamlakah Arabiah : Kementrian urusan Wakaf dan Dakwah, 1999), hal. 146.
[7]. Mas’ud An-Nadawi, Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun madhlumun wa muftara’ alaihi, (Kementrian Wakaf dan Da’wah KSA : Mekkah, 1420/2000), h.37-39.
[8]. Muhammad bin Jamil Zainu, Manhaj Firqotun Najiyah,h. 48-49.
[9]. Abdul Aziz bin Baz, “Asbab dho’fil Muslimina amama aduwwihim wa wasail ilaj lidalika,” Majalah Adz-Dzakhirah Al-Islamiyyah, Surabaya, Edisi 10, 1425 H/2004.

[Sumber : http://abusalma.blogspot.com/2005/05/menjawab-tuduhan-batil-terhadap-dakwah.html]

Aqidah Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Apa Yang Dimaksud Dengan Wahhabiyyin

Aqidah Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Apa Yang Dimaksud Dengan Wahhabiyyin

Rabu, 12 Januari 2005 07:24:07 WIB

SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB SOSOK PENEGAK PANJI-PANJI TAUHID


Disusun Oleh Abu Aufa
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2



Keberadaan Beliau Di Negeri Dir'iyyah

[1]. Sebab Perginya Beliau Menuju Dir'iyyah.


Saat itu sudah menjadi suatu keharusan bagi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk segera meninggalkan negeri Uyainah, maka tempat yang paling cocok dan sesuai bagi kelancaran dakwah menurut beliau adalah negeri Dir'iyyah. Yang demikian itu dikarenakan negeri Dir'iyyah semakin hari semakin kuat dalam hal ketentaraan. Hal itu terbukti dengan direbutnya kembali kekuasaan yang selalu dirong-rong oleh Sa'd bin Muhammad pemimpin Bani Khalid [1] Di sisi lain, hubungan antara para pemimpin Dir'iyyah dengan pemimpin Bani Khalid kurang harmonis. Maka di saat pemimpin Bani Khalid bersekongkol dengan Amir Uyainah untuk mengeluarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, di saat itu pula Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ingin bergabung dengan para pemimpin Dir'iyyah.

Tapi sebab yang terpenting dari kepergian beliau menuju negeri Dir'iyyah adalah dikarenakan dakwah yang beliau sebarkan selama ini mendapat sambutan yang hangat dari para pemimpin negeri tersebut. Di antara mereka adalah keluarga Suwailin, kedua saudara Amir Dir'iyyah (Tsinyan dan Musyairi) dan juga anaknya yang bernama Abdul Aziz [2].

[2]. Pertemuan Beliau Dengan Amir Dir'iyyah.


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meninggalkan negeri Uyainnah kemudian pergi ke negeri Dir'iyyah dalam keadaan dijaga dan dikawal oleh orang-orangnya Utsman bin Ma'mar (Pemimpin Uyainah) [3].

Nara sumber yang ada, saling berbeda dalam menentukan tahun kepindahan beliau ke negeri Dir'iyyah. Namun yang terkuat (arjah) adalah perkataan Ibnu Ghannam yang menyebutkan bahwa kepindahan Beliau dari Uyainah ke Dir'iyyah terjadi ditahun 1157H. Hal ini dikarenakan Ibnu Ghannam lebih dekat kepada Syaikh dibanding dengan yang lainnya dari kalangan mumanikhin (para ahli tarikh) [4].


Di saat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berada di rumah keluarga Suwailin, datanglah Amir Dir'iyyah Muhammad bin Sa'ud atas anjuran istrinya demi menyambut kedatangan Syaikh Muhammad. Yang akhirnya terwujud suatu kesepakatan bersama untuk saling beramal dalam rangka menegakkan dakwah Islamiyah semaksimal mungkin. Dan kesepakatan inilah yang nantinya sebagi asas dan pondasi bagi berdirinya Daulah Jadidah (Saudi Arabia).


Sebagian dari para penulis ada yang berpendapat bahwa dari kesepakatan itu pula tercetuslah suatu pernyataan, bahwasanya urusan pemerintahan dipikul oleh Muhammad bin Sa'ud dan keturunannya, sedang urusan agama (diniyyah) di bawah pengawasan dan bimbingan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta keturunannya 5. Namun nampaknya pernyataan yang seperti ini belum pernah ada, hanya saja kebetulan keturunan Muhammad bin Sa'ud sangat berbakat dalam mengendalikan urusan pemerintahan, demikian juga keturunan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat mumpuni untuk melanjutkan perjuangan beliau, sehingga hal ini terkesan sudah diatur sebelumnya, padahal hanya kebetulan saja [6].


Demikianlah, Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahhab dan Amir Dir'iyyah masih berada diatas kesepakatan yang telah mereka sepakati bersama sampai mereka pergi ke rahmatullah. Dan selanjutnya diteruskan oleh keturunan mereka masing-masing di kemudian hari.


Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab



[1]. Apakah Yang Dimaksud Wahhabiyyin ..?


Merupakan suatu hal yang sudah ma'ruf bahwasanya kata Wahhabiyyin adalah sebutan bagi para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam aqidah dan juga sebutan bagi orang-orang Najd yang berasaskan metode beliau dalam hal dakwah. Sebagaimana pula kata Wahhabiyin digunakan sebagai sebutan bagi aqidah beliau dan para pengikutnya.


Merupakan suatu hal yang ma'ruf pula bahwasanya penyandaran (nisbah) kata tersebut lebih tepat kepada nama ayahnya dari pada nama beliau sendiri. Penyandaran seperti ini kalau dilihat dari segi bahasa, merupakan penyandaran yang shahih. Sebagaimana disandarkannya para pengikut Imam Ahmad kepada nama ayah beliau yaitu dengan sebutan Hanbaliyyah atau Hanabillah. Dan diantara hikmah dari digunakannya sebutan tersebut (Wahhabiyyah) adalah tidak terjadi kesamaran (iltibas) antara penyandaran kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan kepada penyandaran kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [7]. Dan tidak diragukan lagi bahwa penyebutan kata-kata Wahhabiyyin atau Wahhabiyyah ini keluar dari lisan orang-orang yang tidak senang terhadap apa-apa yang diajarkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab [8].


Tujuan dari penyebutan kata-kata tadi agar para manusia lari dan enggan untuk menerima dakwah beliau. Dengan kata lain, bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dituduh telah menyeru kepada agama baru atau madzhab kelima[9].


Para pendukung dakwah Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahhab, khususnya yang terdahulu tidak rela dengan penyebutan atau penamaan seperti itu, bahkan mereka menamai diri mereka dengan sebutan yang lain, seperti Diinul Islam, Al-Muwahhidin serta menamai dakwah yang mereka lakukan dengan sebutan Da'watut-Tauhid, Ad-Dakwah As-Salafiyah atau Ad-Dakwah saja [10].


Dan yang tampak adalah bahwasanya mereka lebih suka untuk menggunakan sebutan Al-Muwahhidin sebagai penegas atas aqidah yang bersih yang ada pada mereka dan sebagai pembeda antara diri mereka dengan orang-orang yang sudah menyimpang dari agama Islam yang haq ini.


Yang jelas, kerancuan penilaian manusia terhadap dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya karena disebabkan hal yang bermacam-macam diantaranya : jeleknya pemahaman segelintir orang yang menisbatkan diri kepada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab akan hakekat dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu sendiri, dan juga banyaknya tuduhan-tuduhan yang dihembuskan oleh musuh-musuh beliau terhadap dakwah yang beliau lakukan [11].


Dua perkara itulah sumber bagi kritik dan tuduhan yang tidak-tidak atas Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya [12].


[2]. Gencarnya Permusuhan Mereka Terhadap Syaikh Muhammad bin Abddul Wahhab Dan Para Pengikutnya.


Para penentang dakwah beliau dari kalangan kaum muslimin terbagi menjadi dua kelompok.


[a]. Sekelompok manusia dari ahlu Najd yang selalu menentang dakwah beliau tetapi hanya pada masa-masa awal dakwah beliau.


[b]. Sekelompok manusia yang berelebihan dalam menentang dakwah beliau. Mereka berkata bhawa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah seorang nabi, tapi dia sembunyikan hal itu karena takut terhadap manusia. Dan dia tidaklah melaksanakan kewajiban-kewajiban agama kecuali untuk menutup-nutupi keaiban dan tipuan saja.[13]


Sebagai tambahan dari itu semua, mereka juga mensifati Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya dengan sebutan Al-Mubtadi'ah, Al-Malahidah dan Al-Khawarij. Namun sebutan yang terkahir inilah yang sering dipakai oleh musuh-musuh beliau. Yang demikian itu dikarenakan persangkaan mereka bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya menganggap hanya diri mereka saja yang muslimin adapun selain mereka tidak, dan juga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya memerangi setiap orang yang tidak cocok terhadap apa yang mereka dakwahkan, serta mereka adalah orang-orang yang rajin dalam menjalankan ibadah sebagaimana Khawarij di zaman para shahabat dahulu.


Adalah suatu yang ma'ruf bahwasanya sangkaan dan tuduhan yang dilancarkan oleh musuh-musuh beliau adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya sangat jauh berbeda dengan kelompok Khawarij dalam hal-hal yang sudah jelas, khususnya masalah aqidah. Dan juga berbeda sekali dalama masalah ihtiram terhadap para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, khususnya Utsman dan Ali. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat menaruh rasa ihtiram terhadap mereka, sedang orang-orang Khawarij sangat mengucilkan para shahabat bahkan mengkafiran sebagian dari mereka. Maka sikap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam masalah-masalah diatas dan juga dalam masalah Imamah (kepemimpinan) sesuai dan mengikuti manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah[14]. Perbedaan yang sangat menyolok antara Khawarij dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah bahwasanya kaum Khawarij mengkafirkan Ahlul Kabair (selain syirik), sedangkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya dalam mensikapi ahlul kabair adalah sebagaimana madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yaitu Ashin (orang maksiat) atau fasiq tapi tidak keluar dari Islam [15].


Diantara musuh beliau ada yang mengatakan bahwa munculnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini sama dengan tempat munculnya Musailamah al-Kadzab. Sebagaimana mereka mengatakan bahwasanya ada riwayat-riwayat yang mencela negeri Najd. Selain itu mereka juga mengatakan bahwasanya Syaikh Muhamamd bin Adbul Wahhab ini adalah keturunan Dzil Khuwaishirah yang mana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan tentang mereka bahwasanya nanti ada dari kalangan mereka yang keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya [16].


Namun dengan mudahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya membantah perkataan tadi. Mereka menjawab. Sesungghnya tempat tidak pantas untuk dijadikan sebagai ukuran (mizan) terhadap sesuatu bahkan tidak didapati seorang nabi berada di suatu daerah kecuali daerah tadi adalah daerah yang sangat rusak.

Selanjutnya mereka mengatakan : "Sesunguhnya Najd yang ada dalam hadits adalah Najdul Iraq bukan Najd Saudi, dan maksud dari apa yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya dari keturunan Dzil Khuwaishirah ada yang keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya adalah keturunan Dzil Khuwaishirah yang berada di daerah Haruriyyah yang mengadakan pemberontakan terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu [17]


Mengingat begitu rincinya pembahasan mengenai aqidah Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahhab silakan membaca dan mengkaji buu-buku beliau, diantaranya :


[1]. Kitabut Tauhid.

Judul lengkap dari buku ini adalah Kitabut Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi 'alal Abiid. Menurut riwayat Ibnu Ghannam, beliau menulis buku ini ketika masih di Haryamala [18], sedangkan cucu beliau Syaikh Muhammad bin Hasan mengatakan buku ini ditulis di Bashrah [19]. Namun itu semua tidak jadi masalah, yang jelas buku ini yang pertama kali beliau tulis. Kemudian buku ini di syarah oleh kedua cucunya (Abdurrahman bin Hasan dan Sulaiman bin Abdullah) dengan judul Fathul Majid dan Taisirul Azizil Hamid.


[2]. Kasyfusy Syubhat.

Buku ini ditulis untuk membantah kerancuan tauhid yang dipegangi oleh musuh-musuh beliau [20]

Buku ini ditulis di hari-hari akhir beliau di Uyainah atau setelah beliau pindah ke Dir'iyyah [21].

[3]. Mufidul Mustafiid fii kufri Taarikit Tauhid.

Buku ini ditulis pada tahun 1167H. Buku ini juga senada dengan buku Kasyfusy Syubhat yaitu membahas kerancuan tauhid yang dipegangi oleh musuh-musuh beliau [22].

[4]. Al Ushulul Tsalatsah wa Adillatuhaa.

Buku ini termasuk buku tipis, karena beliau tidak begitu memakan waktu dalam menyelesaikan tulisan tersebut. Basyar menyebutkan bahwa buku ini ditulis sebelum beliau pindah ke Dir'iyyah.

[5]. Kalimat fii bayani syahadati an laa ilaaha illallah wa bayani tauhid.

[6]. Arba'u Qawaaid liddin.

[7]. Kalimatun fii ma'rifati syahaadati an laa ilaaha illallah wa anna muhammada rasulullah.

[8]. Arba'u qawaa'idin dzakarahallahu fii muhkami kitabihi.

[9]. Almasaailul khamsu alwaajibu ma'rifatuha.

[10]. Tafsiiru kalimatit tauhid.

[11]. Sittatu ushulin 'adliimatin.

[12]. Sittatu mawaadhi manqulatun minas sirah an nabawiyyah.

[13]. Qishashul Anbiyaa'

[14]. Masailul jaahiliyyah

[15]. Mukhtashar siiratur rasul

[16]. Mukhtashar zaadul ma'ad.

[17]. Attafsiir 'alaa ba'dhi suaril qur'an

[18]. Ushul Iman

[19]. Fadhul Islam

[20]. Kitaabul Kabaa'ir

[21]. Nahiihatul muslimin bi ahaadiitsi khatamil mursalin.

[22]. Kitabul fadhailil qur'an

[23]. Ahaadits fi fitani walhaadits

[24]. Ahkamu tammannilmaut

[25]. Hukmul ghibati wannamimah

[26]. Hukmu katmil ghaidi wal hilmi

[27]. Majmuu'ul hadiits 'alaa abwaabil fiqhi.

[28]. Aadaabul masyi ilash shalati

[29]. Ibthaalu waqfil janat wal itsmi

[30]. Ahkamush shalaati

[31]. Mukhtasharul inshafi wasy syarhu kabir

[32]. Khuthabusy Syaikh

[33]. Mukaatabaatusy Syaikh

[34]. Fataawasy Syaikh

[35]. Kitaabaatun ukhra massuubatun ilas Syaikh


[Diterjemahkan dan dinukil dari buku : Al-Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Da'watuhu Wasiiratuhu, Lisamahatisy Asyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Hayaatuhu Wafikruhu, Ta'lif Dr.Abdullah Ash-Shalih Al-'Utsaimin, Penyusun Abu Aufa, dan disalin ulang dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/1/1415-1994]
__________


Foote Note.


[1]. Unwaanul Majdi Fii Taarikhin Najd karya Utsman bin Basyar juz 2, hal. 233
[2]. Raudhah karya Hushain bin Ghannam juz 1 hal.31,222
[3]. Unwaanul Majdi Fii Taarikhin Najd karya Utsman bin Basyar juz 1, hal.23
[4]. Raudhah karya Ibnu Ghannam juz 2 hal.8 'Unwaanul Majdi fii Tarikhin Najd juz 1 hal. 32 Hawadits karya Ibrahim bin Isa hal.108.
[5]. Lam'usy Syihab hal. 30,35
[6]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Hayatuhu wa Fikruhu karya Abdullah bin Ash-Shalih al-'Utsaimin hal.55-56.
[7]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu karya Asy-Syaikh Abdullah bin Ash-Shalih Al-Utsaimin hal. 101
[8]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu karya Asy-Syaikh Abdullah binAsh-Shalih Al-Utsaimin hal. 101.
[9]. Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal. 139.
[10]. Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal 31, Al-Hadiyyah Assunniyah Wattuhfah Al-Wahhabiyyah An-Najdiyyah disusun oleh Sulaiman bin Sahman hal. 27, Ulama'ud Dakwah karya Abdir Rahman Ali Syaikh.
[11] Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal.12,115, Al-Hidayyah karya Sulaiman bin Sahman hal. 31.
[12]. Raudhah karya Husain bin Ghannam juz 1 hal. 158, Al-Hidayyah hal. 31.
[13]. Misbahul Anaam hal. 3, Ad-Daur hal. 47 dan Al-Asinnah hal. 12.
[14]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu, Ta'lif Asy-Syaikh Abdullah Ash-Sholih Al-Utsaimin hal. 105 Rasail juz 4 hal. 59-62.
[15]. Ibnu Taimiyyah karya Abi Zahroh hal. 166, Al-Islam karya Fadhlurrahman hal. 86.
[16]. Shawaiq karya Sulaiman bin Abdul Wahhab hal. 30-35.
[17]. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu, Ta'lif Asy-Syaikh Abdullah Ash-Sholih Al-Utsaimin hal. 107.
[18]. Lihat Raudhah juz 1 hal.30.
[19]. Lihat Al-Ajwibah juz 9 hal. 215
[20]. Raudhah karya Ibnu Ghannam juz 1 hal.61
[21]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu hal. 77-79.
[22]. yaikh Mihammad bin Abdul Wahhab Hayatuhu Wa Fikruhu hal. 77-79.


sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/1298/slash/0